Proses
Berpikir
Berpikir merupakan proses kognitif
yang berlangsung dari stimulus hingga respon untuk memecahkan masalah, membuat
keputusan, menghasilkan sesuatu yang baru, melakukan adaptasi dengan
lingkungan, membentuk dan memilih lingkungan.
Salah satu aspek dalam teori pikiran
adalah memperhatikan perkembangan pengetahuan anak-anak dalam apa yang dimaksud
dengan berpikir dan menunjukkan aspek lain dalam kognisi, sebuah topik yang
berhubungan dengan metakognisi sebaik dalam menggambarkan perwakilan
(representation).
Teori Jean Piaget tentang perkembangan
kognitif memberikan batasan kembali tentang kecerdasan, pengetahuan dan
hubungan anak didik dengan lingkungannya. Kecerdasan merupakan proses yang
berkesinambungan yang membentuk struktur yang diperlukan dalam interaksi terus
menerus dengan lingkungan. Struktur yang dibentuk oleh kecerdasan, pengetahuan
sangat subjektif waktu masih bayi dan masa kanak – kanak awal dan menjadi
objektif dalam masa dewasa awal.
Perkembangan cara berfikir yang
berlainan dari masa bayi sampai usia dewasa meliputi tindakan dari bayi, pra
operasi, operasi kongkrit dan opersai formal. Proses dibentuknya setiap
struktur yang lebih kompleks ini adalah asimilasi dan akomodasi, yang diatur
oleh ekuilibrasi.
Anak-anak
tahap operasional konkrit sudah memperlihatkan kemampuan berpikir
kombinativitas (combinativity), reversibilitas (reversibility), asosiatif
(asso-siative), dan identitas (identity) (Ratna W. Dahar, 1989: 154; Woolfolk
& Nicolich, 1980: 58). Kemampuan berpikir kombinativitas (combinativity)
adalah kemampuan mengadakan berbagai kombinasi dari macam-macam hubungan.
Contoh, anak dapat menyimpulkan bahwa A lebih besar dari C, apabila A lebih
besar dari B dan B lebih besar dari C. Atau A sama dengan C, karena A sama
dengan B dan B sama dengan C (pemahaman transitif).
Proses Berpikir
Proses Berpikir
Proses
atau jalannya berpikir itu pada pokoknya ada empat langkah, yaitu
a.
Pembentukan Pengertian
Pengertian,
atau lebih tepatnya disebut pengertian logis di bentuk
melalui
tiga tingkatan, sebagai berikut:
►
Menganalisis ciri-ciri dari sejumlah obyek yang sejenis. Obyek
tersebut
kita perhatikan unsur - unsurnya satu demi satu. Kita
ambil
manusia dari berbagai bangsa lalu kita analisa ciri-ciri
misalnya,
manusia Indonesia, ciri - cirinya: makhluk hidup,
berbudi,
berkulit sawo matang, berambut hitam, dan untuk manusia
Eropa,
ciri-cirinya: mahluk hidup, berbudi, berkulit putih,
berambut
pirang atau putih, bermata biru terbuka.
►
Membanding-bandingkan ciri tersebut untuk
diketemukan ciri - ciri
mana
yang sama, mana yang tidak sama, mana yang selalu ada dan
mana
yang tidak selalu ada mana yang hakiki dan mana yang tidak
hakiki.
►
Mengabstraksikan, yaitu menyisihkan, membuang, ciri-ciri yang
tidak
hakiki, menangkap cirri-ciri yang hakiki. Pada contoh di atas
ciri - ciri yang hakiki itu ialah: Makhluk
hidup yang berbudi.
b. Pembentukan
Pendapat, yaitu menggabungkan atau memisah beberapa
pengertian
menjadi suatu tanda yang khas dari masalah itu. Pendapat
dibedakan menjadi tiga macam:
·
Pendapat Afirmatif (positif), yaitu
pendapat yang secara tegas
menyatakan
sesuatu, misalnya si Ani itu rajin, si Totok itu pandai,
dsb.
·
Pendapat Negatif, yaitu pendapat yang
secara tegas menerangkan
tidak
adanya sesuatu sifat pada sesuatu hal, misalnya si Ani tidak
marah,
si Totok tidak bodoh, dsb.
·
Pendapat Modalitas (kebarangkalian), yaitu
pendapat yang
menerangkan
kemungkinan-kemungkinan sesuatu sifat pada suatu
hal,
misalnya hari ini mungkin hujan, si Ali mungkin tidak datang,
dsb.
c. Pembentukan
Keputusan, yaitu menggabung-gabungkan pendapat
tersebut.
Keputusan adalah hasil perbuatan akal untuk membentuk
pendapat
baru berdasarkan pendapat-pendapat yang telah ada. Ada tiga
macam
keputusan, yaitu:
1.
Keputusan dari pengalaman-pengalaman, misalnya: kemarin
paman
duduk dikursi yang panjang, masjid dikota kami disebelah
alun-alun, dsb.
2.
Keputusan dari tanggapan-tanggapan, misalnya: anjing kami
menggigit
seorang kusir, sepeda saya sudah tua, dsb.
3.
Keputusan dari pengertian-pengertian, misalnya: berdusta adalah
tidak
baik, bunga itu indah, dsb.
d. Pembentukan
Kesimpulan, yaitu menarik keputusan dari
keputusankeputusan
yang lain.
BERBAHASA PADA ANAK
Anak – anak prasekolah penuh dengan
pertanyaan: “Berapa banyak waktu untuk tidur hingga besok?” “Siapa yang mengisi
sungai dengan air?” Anak kecil tumbuh dalam fasilitas bahasa yang membantu mereka
mengekspresikan sudut pandang unik mereka tentang dunia. Antara usia 3 dan 6
tahun, anak – anak membuat kemajuan cukup pesat dalam kosakata, tata bahasa,
dan sintaksis (membentuk kalimat). Anak yang berusia 3 tahun menggambarkan
bagaimana ayah “memotong kayu dengan kapak” atau bertanya pada ibunya “berapa
banyak” makanannya (dipotong kecil – kecil) dan di usia 5 tahun akan berkata
pada ibunya, “Jangan aneh – aneh!” atau dengan bangga menunjukan mainannya,
serta berkata “Lihat bagaimana aku menyusun semuanya?”
A. Kosakata
Pada
usia 3 tahun rata-rata anak mengetahui dan dapat menggunakan 900-1000kata. Di
usia 6 tahun, seorang anak secara ekspresif berbicara dengan menggunakan 2600
kata-kata serta mampu memahami lebih dari 20000 kata. Dengan bantuan dari
sekolah formal, anak yang pasif atau yang mudah menerima, kosakatanya
(kata-kata yang dapat dia mengerti) akan meningkat empat kali lipat ke 80000
kata saat dia masuk ke jenjang sekolah yang lebih tinggi (Owens, 1996).
Pesatnya
pemahaman terhadap kosakata bisa terjadi
melalui pemetaan cepat, yang mengizinkan anak untuk memilih perkiraan arti dari
kata-kata baru setelah mendengarnya hanya dari percakapan sekali atau dua kali.
B. Tata
Bahasa dan Sintaksis
Cara
anak mengombinasikan suku kata ke dalam kata, dan kata ke dalam kalimat,
berkembang dengan pesat selama masa anak usia dini. Di usia 3 tahun, anak
umumnya mulai menggunakan bentuk jamak, kata ganti milik, dan masa lampau serta
tahu pebedaan antaraaku, kamu, kita. Mereka dapat bertanya – dan menjawab –
pertanyaan apa dan di mana (Mengapa dan bagaimana begitu susah untuk dimengerti).
Namun demikian, kalimat mereka biasanya pendek, sederhana, dan berupa
pertanyaan (“Kitty mau susu”).
C. Pragmatik
dan Bicara Sosial
Pragmatik
yaitu pengetahuan praktis yang dibutuhkan untuk menggunakan bahasa untuk tujuan
komunikatif.
Bicara
sosial yaitu bicara yang memiliki tujuan untuk bisa dipahami oleh pendengar.
Kebanyakan
anak usia 5 tahun dapat mengadaptasi apa yang mereka katakana pada apa yang
diketahui pendengarnya.
D. Percakapan
sendiri
Perckapan
sendiri adalah hal normal dan biasa terjadi pada masa anak-anak. Piaget melihat
percakapan pada diri sendiri sebagai tanda ketidakmatangan kognitif. Dalam
studi pada anak usia 3-5 tahun, sebanyak 86% anak-anak ditandai tidak
egosentris.
CONTOH
KASUS
Seorang anak berumur 5
tahun diidentifikasi mengalami autisme, dimana ia dalam usianya belum dapat
melakukan perkembangan baik secara motorik dan emosional. Kelainan sikap yang
dimiliki anak ini mulai disadari orangtuanya ketika ia berumur 2 tahun, dimana
pada saat itu anak seusianya sudah dapat mulai belajar untuk berbicara, anak
ini malah memiliki keterlambatan kemampuan bicara hingga usianya seperti
sekarang ini, semakin bertambah usia, perilaku anak ini semakin mencurigakan
orangtuanya seperti anak ini mulai seperti memiliki dunianya sendiri, terkadang
tertawa sendiri, menangis sendiri dan marah-marah sendiri, dan anak ini sangat
sulit dalam kemampuan kontak mata dengan lawan bicara, ekspresi wajah anak
tidak dapat dengan jelas dimengerti dan hiperaktif.
Dalam kaitannya dengan
kognisi, autis disebabkan oleh kerusakan area tertentu di otak, termasuk
serebal korteks dan cerebellum yang bertanggung jawab pada konsentrasi,
pergerakan dan pengaturan mood, sehingga anak penderita autis tidak
mampu mengkoordinasikan kemampuan kognisinya dalam kemampuan berbahasa maupun
kemampuan dasar lainnya yang dimiliki anak normal.
Anak penderita autisme
cenderung tidak memiliki kemampuan berbahasa yang baik, serta tidak berusaha
untuk berkomunikasi secara non-verbal, sering menggunakan bahasa aneh dan
berulang-ulang.
Bahasa yang merupakan
jembatan antara kognisi dan perilaku bagi setiap individu tidak dapat melakukan
perannya sebagaimana mestinya pada penderita anak autis, sehingga hasil dari
proses kognisi dan berbahasa yang tidak sebagaimana mestinya, anak autis
memiliki taraf kemampuan yang jauh berbeda dengan usianya. Sebagai contoh anak autis
berusia 10 tahun hanya dapat melakukan kemampuan kognitif dan berbahasa yang
dimiliki anak berusia 5 tahun.