Pendidikan Karakter
merupakan bentuk kegiatan manusia yang di dalamnya terdapat suatu tindakan yang
mendidik diperuntukkan bagi generasi selanjutnya. Tujuannya tentu untuk
membentuk penyempurnaan diri individu dan melatih kemampuan diri demi menuju
kearah hidup yang lebih baik. Foerster seorang ilmuan pernah mengatakan bahwa
tujuan utama dari pendidikan adalah untuk membentuk karakter karena karakter
merupakan suatu evaluasi seorang pribadi atau individu serta karakter pun
dapat memberi kesatuan atas kekuatan dalam mengambil sikap di setiap situasi.
Pendidikan karakter
sekarang ini diperlukan bukan hanya di sekolah saja tetapi lingkungan juga.
Kalau bisa dikatakan, pendidikan karakter bukan hanya untuk anak usia dini atau
peserta didik saja melainkan dewasa pun perlu mendapatkan pendidikan karakter
demi kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Kenapa orang dewasa juga perlu
pendidikan karakter?, coba kita lihat banyak para pejabat yang terkena kasus
korupsi, apakah para pejabat ini sudah menunjukan karakter yang baik bagi
bangsa?, tentu tidak. Bagaimana jika hal ini ditiru oleh mereka yang masih
duduk di bangku sekolah?, ini malah menambah buruknya kualitas karakter yang
dimiliki di Indonesia.
Pembentukan karakter
dapat dilakukan dari kebiasaan. Di sekolah siswa diberikan peraturan sejak usia
dini dan mereka dibiasakan untuk menaati peraturan yang ada, maksud peraturan
disini ialah peraturan yang sesuai dengan usia anak dan tidak membuat mereka
merasa takut dan terbebani. Karena sering juga kita jumpai sebuah peraturan
yang menurut saya tidak sesuai yang membuat anak menjadi takut. Kohlberg
mengemukakan enam tahap perkembangan moral, yang pada tahap 1 nya adalah
Moralitas heteronomi yaitu pemikiran moral yang terkait dengan hukuman, contoh
anak-anak berpikir bahwa mereka harus taat karena jika tidak taat mereka akan
dihukum dan mereka takut akan hal itu. Pembentukan karakter tidak hanya 6 bulan
atau 1 tahun, melainkan butuh proses yang cukup lama dan perlu di budi dayakan.
Nenek moyang Indonesia memiliki sifat ramah tamah dan rasa solidaritas sesama,
tetapi sifat itu mulai pudar dari kehidupan di Indonesia, seperti contoh kasus
begal yang pelakunya masih dari kalangan remaja yang merupakan pelajar.
Dari sebuah
penelitian di Amerika, 90 persen kasus pemecatan disebabkan oleh perilaku buruk
seperti tidak bertanggung jawab, tidak jujur, dan hubungan interpersonal yang
buruk. Selain itu, terdapat penelitian lain yang mengindikasikan bahwa 80
persen keberhasilan seseorang di masyarakat ditentukan oleh emotional quotient.
Sehingga ada survey yang mengatakan rata-rata setelah sekolah, seseorang perlu
5-7 tahun beradaptasi dengan dunia kerja dan dalam rentang waktu 5-7 tahun itu
bisa 3-5 kali pindah pekerjaan/tempat pekerjaan. Hal ini disebabkan karena
disekolah pada umumnya tidak diberikan pendidikan untuk mengatasi persaingan
pada dunia kerja. (pendidikankarakter.com)
Theodore Roosevelt
mengatakan bahwa mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek
moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat.
Di Indonesia sungguh
memprihatinkan karena kurang pendidikan yang berkarakter dan untuk mengatasinya
seperti yang saya katakan diatas yaitu peningkatan kebiasaan sejak dini dalam
menanamkan pendidikan yang berkarakter.
0 komentar:
Posting Komentar