Cerpen "Cinta Bersemi di Stasiun Kereta"



                Cerita ini berdasarkan kisah nyata yang pernah dialami seseorang yaitu sebut saja teman dekatku. Sesosok diri yang selalu ada dalam diriku. Beberapa info disamarkan seperti nama, sekolah, dan wilayah.

"Cinta Bersemi di Stasiun Kereta"
                Gerbang asrama putri terbuka lebar menyambut anak – anak kelas 3 SMA yang telah menyelesaikan UN di hari terakhir, yang dimana mengerjakannya di asrama putra yang terletak di sebuah wilayah lain. Kami semua bergembira atas selesainya UN dan bisa pulang ke kampung halaman masing – masing. Namaku Zahra, aku bersekolah di sebuah pesantren yang berada di daerah Jawa Timur meskipun aku tinggal di Jakarta. Pesantren ini terdiri dari asrama putra dan putri yang lokasi sengaja tidak berdekatan agar tidak terjadi komunikasi diantara santri putra dan santri putri. Hanya saat try out akhir dan UN sajalah santri putra dan putri disatukan, tapi tetap saja tidak sekelas hahaha. Ini hari terakhirku bersekolah disini dan aku sudah menyiapkan baju – bajuku dari jauh hari untuk bisa segera pulang ke Jakarta. Tetapi sebelum menginjakkan kaki di Jakarta, aku berencana dengan sahabat - sahabatku untuk menginap di rumah salah satu sahabat kami yang terletak di Surabaya sekaligus untuk jalan – jalan bersama sebelum kami pulang ke kampung halaman.
                Aku bersama sahabat – sahabatku yaitu Fatih, Gina, dan Jaja. Kami berempat selalu dekat saat malam – malam UN, kadang belajar bersama kadang pula kami berisik bersama – sama. Tapi itu semua kami lakukan agar tidak terlalu stres mengahadapi UN.
                Hari terakhir, saatnya perpisahan dengan yang lain. Kami membuat acara melepaskan balon yang dimana dililitkan sebuah kertas yang berisi harapan masing – masing dan di terbangkan secara serempak. Setelah itu kami santri putri diajak makan bersama di salah satu rumah teman kami yang berdekatan dengan pesantren. Setelah asik makan saatnya untuk pulang karena aku dan sahabatku sudah memesan tiket kereta tujuan Surabaya jam 5 sore. Aku dan Jaja serta Fatih dan Gina sama – sama naik becak menuju stasiun yang tidak terlalu jauh. Kami terlalu sibuk dengan koper – koper bawaan sampai lupa kalau tasku ketinggan dan terpaksa harus kembali lagi, huuhh untungnya masih ada waktu untuk kembali. Setelah sampainya di stasiun kami duduk dahulu di kursi luar karna kereta masih belum datang. Dari kejauhan aku dan Gina melihat beberapa anak laki – laki yang langsung bisa kami tebak itu adalah anak dari santri putra…..!! Tentu kami shock.. karena kami hanya berempat dan mereka berlima. Aku nunduk saja tidak berani melihat. Sedangkan ada yang dikenal oleh Jaja dan mereka malah asik ngobrol. Dengan kagetnya Jaja telah membicarakan Fatih yang suka pada salah satu dari mereka dan sukanya sejak hari awal UN. Tentu kami bertiga (yang terlalu tertutup dengan laki – laki) langsung menundukkan kepala saat Jaja bercerita. Waktu sudah hampir menujukan jam 5, saatnya kami masuk di ruang tunggu yang berada di dalam dan ternyata kereta mengalami keterlambatan 1 jam lebih.
                Kami duduk di posisi yang hanya berjarak 2 kursi di depan kami yang dimana mereka (laki – laki) duduk tepat 2 kursi di depan kami. Jaja bercerita pada kami kalau yang memakai celana motif tentara itu suka denganku, dengan spontan aku malu dan menjadi pendiam mendadak. Jaja berkata kalau laki – laki itu namanya Hasan. Tiba – tiba teman – teman Hasan melihat aku dan menggoda Hasan. Sampai – sampai mereka menarik Hasan dan mendorongnya kearah kursiku, aku melihatnya sekilas tapi langsung menundukan kepala kembali. Sepertinya saat itu Hasan menyadari kalau aku merasa kurang nyaman dengan keadaan seperti itu jadi dia memilih menjauh sejenak dan setelah itu kembali di godalah Fatih dengan Sultan (nama lelaki yang disukai Fatih). Menunggu kereta sambil merasakan godaan dari teman – teman.
                Terlihat kereta sudah datang bergegaslah kami untuk naik ke kereta dan mencari gerbong sesuai tiket. Sebuah kebetulan kita bersembilan duduk di gerbong yang sama hanya bedanya di ujung dan di ujung walaupun di gerbong itu penumpang hanya sedikit.
                Perjalanan ke Surabaya hanya berkisar waktu 1 ½ jam. Lagi – lagi ini ulah Jaja.. yang ingin mendapatkan nomor hp Sultan. Tetapi karena diantara kami berempat hanya aku yang memegang hp maka kenalah sudah nomorku yang di jadikan pertukaran. Teman – teman Sultan mengambil paksa hp Sultan dan Jaja yang memegangnya. Jaja menekan nomor hp ku di hp Sultan untuk menelpon ke hp ku. Muncullah sudah nomor Sultan di hp ku kemudian Jaja mengembalikan hp Sultan yang dimana masih tersimpan nomor ku di hp Sultan. Salah seorang dari mereka mengatakan kalau Hasan meminta nomorku? Jaja mengatakan padaku kalau berikan saja biar kita bisa komunikasi, dan akhirnya aku izinkan Hasan untuk mencatat nomorku yang ada di hp Sultan. Jaja pergi ke tempat duduk para lelaki itu dan asik kembali dengan obrolannya sedangkan kita hanya bertiga, mau fotopun hasilnya gelap karena malam dan lampu di kereta tidak terang, jadi kita hanya ngobrol – ngobrol biasa.
                Tibalah di Surabaya, Kami dijemput oleh adeknya Gina dan disinilah kami berpisah dengan cowok berlima itu. Kami naik taksi dan ketika duduk ditaksi aku sempatkan diri untuk melihat wajah Hasan melalui jendela karena saat di stasiun aku masih kurang mengingat wajahnya dan kini aku telah melihat wajahnya dan entah mengapa sepanjang perjalanan aku terus memikirkan wajahnya yang putih, hidung yang mancung badan mungkin tidak terlalu tinggi  tapi itu tidak masalah karena aku sendiripun pendek, aku masih teringat juga pakaian yang ia pakai yaitu baju hitam dengan jaket hitam yang memiliki 2 garis merah yang menjulur di bagian lengan dan celana yang bermotif tentara dengan menggendong 1 tas ransel.
                Sesampainya di rumah Gina, kami disuruh untuk makan malam dan setelah itu bisa bersantai – santai di kamar. Sambil tiduran di kasur, selalu ku pegang hp berharap Hasan mengirimiku sms tapi itupun tak kunjung datang. Sahabatku mulai curiga padaku dan aku akhirnya mengatakan tentang perasaanku dan mereka mendukungku. Sekian lama aku tungguin tiba – tiba sekitar jam 11 malam hp ku bergetar, sesegera mungkin aku cek dan benar ada nomor tak tersimpan mengirimiku sebuah sms yang berisi salam dan aku membalas salamnya juga. Disinilah kami mulai sms dan memperkenalkan diri kami satu sama lain dan benar dia adalah Hasan. Sanking asik sms dengan Hasan, sahabatku juga sedang asik menggoda Fatih dengan Sultan. Terasa sudah mulai jam 12 dan Hasan tak kunjung membalas smsku. Aku mulai berpikir apa Hasan tidak suka aku ya? Atau mungkin dia ketiduran?. Yasudahlah aku lanjut tidur saja dari pada menunggu yang tidak pasti. Dikasur aku teringat sms Hasan yang mengatakan kalau dia dan temannya hanya mala mini saja di Surabaya dan besok siang akan berangkat ke Jakarta. Hasan orang Cirebon tetapi dia juga mempunyai rumah di Jakarta dan ternyata rumah kami masih dalam 1 daerah.
                Esok pagi menuju siangnya sesudah sarapan kami memulai jalan – jalan kami ke mall.. yah mau kemana lagi di Surabaya kebanyakan mall bukan tempat wisata dengan teriknya matahari yang membakar. Aku dan Fatih hanya 4 hari di Surabaya kecuali Jaja karena tiketnya hari Minggu. Dihari Minggu setelah mengantarkan Jaja ke stasiun kami langsung pergi jalan – jalan yang entah mau kemana lagi. Selama di Surabaya aku merasa suntuk karena aku hanya sekali smsan dengan Hasan. Tibalah hari Senin dimana aku, Fatih dan ada satu teman kami juga Dina pergi ke stasiun untuk pulang ke Jakarta kecuali Fatih ke Cirebon. Kami naik kereta pagi dan malam sudah sampai di Jakarta.
                Hari besoknya aku melihat hp yang sepi dari sms dan aku mencobakan diri untuk memulai kirim sms ke Hasan.
Zahra : Assalamu’alaikum..
Beberapa menit aku menunggu dan berharap Hasan membalas sms ku.. dan hp ku bergetar, ku melihat ada pesan masuk dari Hasan.
Hasan : Wa’alaikum Salam, apa kabar?
                Aku sangat bahagia Hasan mau membalas smsku. Dan mulailah kami ber-smsan. Tak lama kemudian Hasan bilang kalau dirinya sudah gak di Jakarta lagi tapi sudah di Cirebon karena sehari dia nyampe Jakarta tiba – tiba di suruh pulang karena neneknya meninggal. Aku ikut sedih mendengarnya kemudian dia langsung bilang juga kalau akan kembali ke Jakarta lagi untuk pendaftaran sekolah agama yang ada di Jakarta di daerah rumah kami juga letaknya. Aku bahagia mendengar kabar ini, setelah aku membalas sms Hasan lagi dan lagi dia tidak membalas smsku. Hari demi hari lewat dan aku pikirkan kalau Hasan jarang mengirimiku sms dan bisa aku hitung ada jaraknya misal 4 hari sekali dia baru mengirimiku sms. Tapi aku sabar saja dengan sikapnya yang begini lagi pula aku bukan siapa – siapanya hanya sekedar teman.
                Aku dan Hasan sudah mulai akrab dan ketika kami sudah akrab begini dia malah menghilang tidak perna mengirimiku sms satupun. Sebulan tak mendapat kabar dari Hasan telah lewat. Kini sudah memasuki bulan Juni. Saudaraku Fitria dari Cirebon dengan teman – temannya datang ke Jakarta untuk mengikuti sebuah kegiatan camp remaja islam di Bogor. Aku mengajak saudaraku untuk menginap dirumahku saja dulu dan aku ikut daftar dalam kegiatan ini berharap Hasan juga ikut.
                Sampai di Bogor aku langsung bergegas melihat daftar – daftar nama peserta dari seluruh kota di Indonesia yang berkisar sekitar 300 lebih nama. Yeah aku melihat nama Hasan beserta nomor hp yang sama. Tapi karena banyaknya manusia di lapangan aku susah mencarinya. Aku melihat Hasan saat malam hari dimana kita semua sedang ngumpul mendengarkan sebuah ceramah. Tapi aneh ketika Hasan tau aku melihatnya dia tiba – tiba menutupi wajahnya dengan topi, dan aku tetap menatapnya heran. Kegiatan di bogor hanya berlangsung 3 hari saja.
                Pulang nya dari Bogor aku berencana untuk ikut ke Cirebon karena di Jakarta pun aku masih free kegiatan. Di Cirebon aku menginap di rumah Fatih. Kini Fatih berstatus pacaran dengan seseorang tapi bukan Sultan. Sebut saja nama pacar Fatih Dika alumni pesantren putra juga. Dika kenal dengan Hasan. Fatih dan Dika ingin membantuku untuk mencari tahu tentang Hasan. Dika mulai smsan dengan Hasan dan disini Hasan bercerita walaupun dirinya masih tertutup dan tidak terlalu terbuka dengan Dika. Hasan mengakui kalau dirinya memang suka dengan Zahra tapi masih terlalu malu dan belum siap untuk menembak Zahra karena status ayah Zahra yang dihormati oleh orang – orang sekitar, karena itu lah Hasan jarang mengirimi Zahra sms. Aku bingung mau bahagia atau sedih. Aku berpikir mungkin aku dan Hasan tidak bisa bersama.
                Esoknya adalah hari dimana aku harus pulang ke Jakarta, dengan naik kereta sekitar 3 jam Cirebon – Jakarta. Dan hari demi hari aku memikirkan kata – kata Hasan ke Dika. Saat itu pun aku memberanikan diri untuk bertanya langsung dengan Hasan dan mulailah dengan aku yang mengrimi sms. Hasan membalas sms ku, hal pertama yang aku lakukan adalah basa basi dan setelah itu aku ungkapkan semua yang tentang Dika bilang pada ku dan aku mempertanyakan hal itu ke Hasan.
Sekitar 30 menit Hasan baru membalas sms ku.

Hasan : Uhibbu ilaiki, kaifa ro’yuki? (Artinya : Aku mencintaimu, bagaimana menurutmu?)

Aku nangis bahagia membaca sms Hasan yang mengatakan kalau dia memang menyukaiku. Lalu aku membalas sms nya

Zahra : Uhibbu ilaika aydon.. (Aku juga mencintaimu)
Disinilah kami mulai ketawa bersama – sama karena saling menyukai satu sama lain dan disinilah kami mulai jadian. Hari demi hari, bulan demi bulan kami jalani hubungan ini dengan baik. 2013
                Aku berharap dan berdoa semoga hubungan ini bisa langgeng dan ketika umur sudah cukup dewasa semoga aku dan Hasan dapat di satukan dengan ikatan yang suci yang di ridhoi Allah SWT dan keluarga kami.
"Zahra dan Hasan hubungannya kini sudah 1 tahun beberapa bulan, Sebuah pertemuan di Stasiun Kereta menghadapi masalah – masalah seperti layaknya orang berpacaran tetapi tetap sabar dan jalani bersama – sama."

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar